Rencana Aksi Nasional HAM Indonesia telah menginspirasi sejumlah Negara
“Di tengah tantangan dan permasalahan di negara seperti Indonesia, RANHAM telah berkontribusi positif dalam menyediakan agenda dan blueprint HAM nasional, yang memungkinkan kemajuan yang berkesinambungan”, demikian digarisbawahi Dirjen HAM, Mualimin Abdi dalam side event yang bertemakan “Sharing Experience on National Plan of Action on Human Rights”. Pertemuan diselenggarakan di sela-sela Sidang Dewan Hak Asasi Manusia (DHAM) PBB Sesi ke-32, pada tanggal 16 Juni 2016 bertempat di Palais des Nations Jenewa.
Sejalan dengan itu, Wakil Tetap RI untuk PBB di Jenewa, Dubes Triyono Wibowo dalam sambutan pembukaan menyampaikan bahwa sejak Vienna Declaration and Programme on Action (1993) mendorong negara-negara untuk menyusun RANHAM, berbagai negara mulai mengembangkan. RANHAM bersifat unik karena prosesnya yang bottom-up dan juga harus mempertimbangkan kewajiban hukum internasional. Berbagi pengalaman dalam proses penyusunan dan implementasi RANHAM akan mendorong pengembangan lebih lanjut RANHAM di berbagai negara.
Dirjen Mualimin Abdi dalam presentasinya memaparkan perjalanan prakarsa, perumusan, dan implementasi RANHAM sejak generasi pertama sampai generasi ke-empat periode 2015-2019. Di tengah kompleksitas proses demokratisasi dan desentralisasi serta tantangan kewilayahan dan kependudukan maupun tingkat pembangunan, RANHAM telah menjadi panduan nasional bagi keberlangsungan kemajuan dan solusi permasalahan upaya pemajuan dan perlindungan HAM secara komprehensif, baik hak sipil dan politik maupun hak ekonomi, sosial-budaya dan pembangunan sejalan dengan mandat Konstitusi.
Sejak RANHAM pertama tahun 1998 telah banyak capaian Indonesia dalam aspek pembentukan mekanisme HAM baik di tingkat nasional maupun daerah; ratifikasi berbagai instrumen HAM internasional; peningkatan pemahaman dan kesadaran tidak hanya pada tingkat otoritas namun juga masyarakat; pembakuan norma dan standar HAM melalui penyusunan dan harmonisasi legislasi dan kebijakan; pembentukan lembaga pemantau; kemitraan dengan pemangku kepentingan; penegakan hukum; maupun pelayanan komunikasi masyarakat. Namun demikian, sebagai konsep yang dinamis, upaya pemajuan dan perlindungan HAM senantiasa mengalami tantangan dan perbaikan terus-menerus, demikian ditambahkan Dirjen Mualimin Abdi.
Sementara itu, panelis lain yaitu Deputi Wakil Tetap Afsel untuk PBB di Jenewa dan wakil Perutusan Tetap Austria untuk PBB di Jenewa yang menjadi pembicara telah menyampaikan sejarah dan perkembangan RANHAM di masing-masing negara. Selain itu, Mr. Marc Limon, Direktur Eksekutif Universal Rights Group, telah menggarisbawahi bahwa sebagai best practice, RANHAM tidak bersifat “one size fits all”, mengingat masing-masing negara memiliki keunikan pengalaman, kapasitas, dan sumber daya masing-masing.
Side event yang merupakan forum untuk berbagi pengalaman mengenai beberapa aspek terkait RANHAM tersebut telah memperoleh apresiasi dari sejumlah peserta. Bahkan beberapa peserta menyatakan kekaguman atas RANHAM Indonesia dan menyatakan bahwa RANHAM Indonesia menjadi inspirasi dan model bagi negaranya.
Side Event ini merupakan kerjasama antara Indonesia, Afrika Selatan, Austria dan Universal Rights Group. Acara dihadiri oleh sekitar 70 peserta yang berasal dari 20 Negara yang terdiri dari kalangan Pemerintah, National Human Rights Institusions (NHRI) dan LSM.
Jenewa, 16 Juni 2016