Melawan Kampanye Negatif Palm Oil di Forum Perdangan Internasional
Untuk melawan kampanye negatif palm oil di forum perdagangan Internasional, Indonesia telah menginisiasi pelaksanaan “Workshop on Sustainability and Non-Tariff Barriers to Trade: The Case Study of Palm Oil”, yang telah dilaksanakan pada akhir September 2017 di Public Forum WTO, Jenewa, Swiss.
Workshop ini merupakan inisiatif Indonesia yang kemudian didukung oleh beberapa negara produsen sawit seperti Malaysia, Thailand, Guatemala, dan Colombia. Berdasarkan catatan di beberapa negara tujuan ekspor khususnya di Eropa, produk sawit telah mengalami perlakuan diskriminatif terkait dengan isu-isu pengrusakan hutan, perubahan iklim dan pelanggaran indigenous people’s rights. Kampanye negatif semacam ini akan berpotensi pada kerugian negara yang sangat besar dan berdampak pada perekonomian nasional.
Diskusi Panel ini dipandu oleh Duane Layton, Chairman of the Government and Global Trade Group at Mayer Brown Lawfirm, dan menampilkan pembicara antara lain Mahendra Siregar (Executive Director – Council of Palm Oil Producing Countries – CPOPC); Margot Logman (Secretary General European Palm Oil Alliance – EPOA); ); Paulus Tjakrawan Taningdjaja (Vice Chair Asosiasi Produsen Biofuel/APROBI); Pierre Togar Sitanggang (Secretary General Indonesia Palm Oil Association/GAPKI), Maurice Posso (Director Commercial Strategy Colombian National Federation of Palm Oil Growers); Kalyana Sundram (Pimpinan Eksekutif Malaysian Palm Oil Council – MPOPC); Susana Siekavizza (Direktur Guatemala’s Palm Oil Producers Association – GREPALMA), Andi Worral, Head of Europe for Sime Darby Plantations, dan Ambassador Diego Aulestia the Permanent Representative of Ecuador to the WTO representing the Ecuador Palm Oil.
Pada pembukaannya, Wakil Tetap RI untuk PBB, WTO dan Organisasi Internasional lainnya, Duta Besar Hasan Kleib, menyampaikan bahwa berbagai fakta menunjukkan adanya berbagai tekanan terhadap produk sawit di Eropa. Tekanan berasal dari berbagai negara maju dan aturan tarif dan non-tarif yang ditetapkan oleh pemerintah pengguna sawit. Beberapa pembicara, khususnya yang berasal dari negara ekonomi kecil mengungkapkan bahwa perkembangan industri sawit telah merubah kondisi ekonomi di negaranya ke dalam tatanan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Program pengentasan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, peningkatan pendapat telah banyak didukung oleh industri sawit. Di dalam perkembangannya, industri ini telah melibatkan para pelaku berskala kecil di wilayah tersebut.
Margot Logman dari The European Palm Oil Alliance (EPOA) juga memberikan informasi yang seimbang dalam perspektif kelapa sawit yang berkelanjutan di kawasan Eropa, khususnya dari sisi pelaku konsumen, untuk mengatasi tantangan terhadap isu lingkungan dan sosial terkait dengan deforestasi dan degradasi hutan. ”Palm oil feed the world, so developed country should help country producer to make sustainable palm oil”, ucapnya. EPOA mengakui bahwa produksi kelapa sawit memainkan peran yang penting di dalam kegiatan ekonomi negara-negara produsen dan telah berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung untuk membantu masyarakat keluar dari kemiskinan di negara-negara tersebut.
WTO Public Forum (PF) merupakan kegiatan outreach tahunan WTO yang diselenggarakan di Jenewa pada tanggal 26 – 28 September 2017 dan dihadiri oleh kalangan pemerintah, parlemen, pengusaha, lembaga penelitian, lembaga swadaya masyarakat dan akademisi. Outreach dilakukan dengan menyelenggarakan berbagai forum pembahasan isu-isu yang terkait dengan kegiatan perdagangan internasional yang sedang mengemuka. Public Forum tahun ini mengambil tema “Trade: Behind the Headlines”, yang dihadiri oleh 1.500 peserta, dan terdiri dari 106 forum pembahasan berbagai isu perdagangan.
Rangkaian kegiatan delegasi RI dilanjutkan dengan pertemuan bersama Sekretaris Jenderal UNCTAD, Dr. Mukhisa Kituyi guna membahas usulan rencana riset bersama antara CPOPC dengan UNCTAD.
Selain itu, negara-negara produsen kelapa sawit akan terus melanjutkan kerja sama mereka dengan sejumlah para pemangku kepentingan di Jenewa, Swiss, dan Brussels, Belgia, untuk memastikan bahwa setiap peraturan yang berlaku harus bersifat adil dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam fora multilateral.
Keterangan Foto : Suasana workshop (dok. PTRI Jenewa)